Anak Muda, klasifikasi berdasarkan umur atau sikap?
Menulis hari ini punya ruang yang berbeda. Anw aku mau menyambut semester 7 dulu, selamat datang semester 7! Awal semester 7 dibuka dengan melangit dari ricuhnya Balikpapan dan kamar kos. Selamat datang dunia Kerja Praktek! Selamat hidup dua bulan di Tangerang, dan merasakan gemerlapnya jabodetabek!
Sebelum berangkat ke Tangerang, tante aku sempet ngasih pesan yang simple tapi ntah kenapa aku ga lupa sampai sekarang karena maknanya yang cukup ngena. Waktu itu lagi kumpul sama saudara-saudara sepupu yang lain, ada yang masih SD, SMP, SMA. Oke cucu nenek emang bisa bikin 3 tim sepak bola.
"Kalian itu masih muda, banyakin bergerak. Kemampuan itu ga akan jadi kalo ga dipake terus menerus. Belajar selagi masih bisa, belajar apa aja pokoknya. Kalo otakmu ga bisa bantu kamu, cari yang lain dalam dirimu yang bisa menunjang karirmu. Kalo udah kayak tante gini ya udah susah mau belajar matematika, mau latihan sepak bola, mau belajar nyanyi, mau belajar bahasa inggris. Jangan sampai nyesal lah. Main hp sambil duduk di depan tv sampai 4 jam ga akan bikin kalian jadi bos di Schlumberger. Ya pokoknya do your best."
***
Hari ini aku melakukan perjalan dari Serpong - Bogor - Serpong. Di perjalanan menuju Bogor, aku akhirnya harus berdiri di KRL dari Tanah Abang sampai Depok, iya lumayan lama. Di tengah pemberhentian stasiun Pasar Minggu, ada seorang ibu yang lumayan tua (udah cocok dibilang nenek sih sebenernya) sendirian naik KRL dan terpaksa harus berdiri sama kayak aku juga karena ga dapat tempat duduk. Ternyata beliau turun di Depok, ya si ibu berdiri sampai 7 stasiun.
Kondisi KRL jabodetabek emang nyaman sih menurutku, ga panas soalnya ada banyak ac dan kipas angin yang cuma berjarak sekitar 40 cm, bersih, dan tempat duduknya lebih empuk dari kursi kuliah di kampus. Kalo kita ga paham sama rute KRL di bagian atas dari tiap pintu kereta juga ada mapnya. Petunjuk dan peraturan selama berada di dalam kereta juga ada di beberapa side dalam setiap gerbong, termasuk petunjuk penggunaan tempat duduk prioritas. Oke, kayaknya semua orang yang di dalam gerbong bakalan bisa melihat tentang pemberian tempat duduk prioritas untuk ibu hamil, ibu hamil dengan infant, penyandang disabilitas, dan lansia. Dan lansia. Dan lansia. Dan lansia.
Ga jauh dari tempat aku berdiri di dalam kereta, ada dua mbak-mbak mahasiswa kampus bonafide ibu kota sih kalo dilihat dari atribut kampus yang dipakainya yang duduk. Oke, mereka duduk di kursi yang tempat duduknya lebih empuk dari kursi kuliah di kampus itu.
Harusnya aku bisa ya bilang kepada mbak-mbak itu, "mbak, mahasiswa kan? sama saya juga. saya ga ingin mahasiswa indonesia ngasih contoh yang ga bener ke masyarakat. salah satunya dengan membiarkan nenek nenek berdiri di dalam kereta" tapi kayaknya malah jadi ceramah dan aku bakal jadi orang ter-rese di kereta itu deh atau minimal, "mbak, bisa ngasi tempat duduk prioritas? ada nenek yang berdiri". Tapi kenyataannya aku diam aja. Sampai Depok aku diam aja.
***
Cerita yang berbeda lagi di saat perjalanan pulang kembali ke Serpong. Aku sedang mengantri isi ulang THB (Tiket Harian Berjaminan) KRL yang mulai direalisasikan versi digitalnya, jadi mulai diminimalisir sistem open loket. Antriannya cukup panjang dan diantara antrian tersebut ada beberapa bapak ibu lansia yang juga akan melakukan yang sama. Beberapa orang disekitarku mengatakan kepada teman seperjalanan mereka kalau sistem digital ini justru tidak efektif karena tidak semua orang mengerti sistemnya. Tapi ya bener, justru jadi lebih lama dibanding open loket karena banyak orang yang bingung apa yang di tekan, susah masukin uangnya, sampai bingung ngambil refundnya.
Di menjengkelkan antrian lama dan panjang itu, tepat di antrian tempat aku berbaris ada seseorang yang mengungkapkan kekesalannya secara spontan kepada orang yang lumayan lama berkutat dengan mesin digital tersebut. Aku masih dalam barisan yang jauh. Dan ternyata orang yang sedang berkutat lama dengan mesin digital tersebut adalah pria berpeci hitam, bercelana kain hitam, dan berbaju batik panjang. Beliau lansia.
Diantara antrian tersebut ada banyak pekerja dan pelajar yang menurutku paham dengan penggunaan teknologi, termasuk aku. Karena pertimbangan jauh dari barisan, takut antrian diambil orang, takut sampai sana ternyata si kakek udah selesai dan aku malu, ya pokoknya pertimbangan-pertimbangan kotor lainnya akhirnya sampai petugas datang untuk membantu, aku diam aja.
***
Peristiwa lain saat aku di dalam KRL untuk kembali ke Serpong. Yang ini lebih horor karena akhirnya aku bener bener berdiri dari Bogor sampai Tanah Abang dan Tanah Abang sampai Sudimara. Baru akhirnya Sudimara sampai Serpong bisa merasakan duduk di kursi. Di perjalanan dari Tanah Abang, aku naik bersamaan dengan seorang ibu yang menggendong anaknya, kalo dari tingkat keimutan dan pola geraknya mungkin umurnya sekitar satu tahun. Oke, kita sama sama berdiri. Kembali bicara soal pemberian tempat duduk prioritas, ternyata ga ada yang mencoba berdiri dan aku masih diam aja.
Tapi tepat di depan kami (saya dan ibu dengan anaknya) berdiri, terdapat kursi yang berada dekat pintu pembatas gerbong. Di dinding dekat kursi tersebut bertuliskan kuota pengisian kursi maksimal 4 orang. Dengan ramainya gerbong kereta khusus perempuan saat itu, kursi itu diisi hanya 3 orang dan sebuah totebag besar milik seorang ibu yang duduk di kursi itu. Sampai melewati 3 stasiun, ya kayak sebelumnya aku diam aja. Akhirnya ada seorang ibu yang ternyata dosen universitas swasta di Jakarta (kalo dari tanda pengenal yang dipake sih) menegur ibu yang memiliki totebag tersebut untuk menaruh totebagnya di lantai kereta dan mempersilahkan ibu membawa anak tersebut untuk duduk.
Jadi udah berapa peristiwa aku-diam-aja hari ini?
***
Faktor lelah perjalanan seharian dengan empat jam berdiri, aku hanya bisa mengatakan seperti yang judul yang aku pilih untuk tulisan ini.
Indonesia, mana yang kamu pilih untuk diberi nama anak muda?
Tangerang, 3 Juli 2017 22:50 WITA
Btw maaf lahir dan batin ya, selamat meraup pahala di bulan Syawal!
Komentar
Posting Komentar