Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2018

Marahin Adek

Belakangan ini keluargaku lagi cukup hectic. Hectic nyari sekolah buat Wipa yang bentar lagi udah waktunya lulus sekolah. Ini juga gara-gara dia nggak lolos SNMPTN dari seleksi sekolahnya. Ditambah lagi dia bukan SMA, tapi SMK. Dan yang lebih parahnya dia nggak suka belajar. Hal ini bikin serba salah buat mencarikan jurusan apa yang pas buat dia. Padahal aku sudah terlalu ingin punya adik anak teknik industri haha. Hari ini aku lagi marah banget sama dia. Mama aku baru aja ngasih tau info soal pendaftaran sekolah kedinasan, aku dan orang tua udah excited buat nyuruh dia milih mau yang mana dan segera daftar. Terus dia hanya bilang, "nggak minat, jauh di jawa". Kalau saja aku sekarang sedang ada di dekatnya pasti sudah kuteriaki dia seenaknya menolak, diajak berjuang sedikit nggak mau. Aku merasa sudah tau rasanya kuliah yang belum pasti setelah ini akan jadi apa. Belum lagi kalau buat ngejar akademik di kampus sudah ngoyo. Soalnya aku tau banget, dia anaknya pasrahan. Pe

Muring Muring

Pernah nggak sih kamu merasa sudah bener bener cocok dan deket sama seseorang tapi kamu sampai pada saat dimana kamu menemukan hal menjengkelkan dari dia? Aku pernah dan itu nggak hanya sekali, sampai akhirnya aku tau bahwa manusia nggak berhak atas ekspektasinya terhadap manusia lain. Mereka hanyalah seseorang yang pada akhirnya punya prioritas, dan itu diri mereka sendiri. Siapa kamu berhak untuk minta diprioritaskan, minimal hanya untuk menjaga perasaanmu? Waduh. Aku adalah orang yang hanya bisa hidup di lingkaran kecil. Aku pun tidak mengatakan seutuhnya bisa hidup. Semakin kesini aku merasa aku hanya hidup di dalam diriku sendiri. Menurutku hal itu karena aku mulai berpikir kayaknya lebih enak untuk berekspektasi terhadap diri kita sendiri. Aku semangat ya karena aku emang semangat, aku lagi putus asa ya karena aku memang lagi putus asa aja. Tapi hal ini bikin aku sadar kalau setiap orang punya karakter dari kehidupannya masing-masing. Mana bisa kamu memimpikan apalagi memaksak

Memandang Sebuah Kepercayaan

Gambar
Opini seseorang yang aku dapatkan dari twitter. Bahan refleksi diri yang tepat. Satu tahun terakhir ini adalah waktu dimana aku tiba-tiba mempertanyakan tentang suatu hal yang tidak baru, bahkan hal itu hadir bersama dengan kehadiranku di dunia ini. Sebuah warisan pertama yang orang tuaku berikan kepadaku untuk dijaga dan diteruskan. Islam. Dari sekian banyak aspek yang ikut mendewasa seiring bertambahnya umur, cara berfikir adalah hal yang paling berdampak. Menurutku semua hal itu ada jawabannya dan semua hal itu bisa dijelaskan dengan logikaku, logika manusia. Sampai sebuah pertanyaan akhirnya muncul, tentang bagaimana aku harus memandang dan memperlakukan agamaku sendiri. Aku tumbuh di lingkungan keluarga yang masih belum dapat dikatakan agamis. Papa akan marah kalau anaknya nggak solat, tapi papa hanya selalu bilang kalau nggak solat itu dosa. Nanti masuk neraka, dibakar di api neraka. Mungkin akhirnya aku solat bukan karena takut nerakanya, tapi takut dimarahinnya. Posi

Asisten Praktikum : Bertransformasi

Gambar
Setiap orang punya caranya masing-masing dalam menemukan pelajaran dari peristiwa yang dialami di hidupnya. Aku pun sama. Salah satunya dari kegiatan yang aku rutin lakukan mulai dari semester tiga, menjadi seorang asisten praktikum fisika dasar. Aku nggak menyangka ternyata profesi ini tidak sesederhana yang terlihat di mataku saat dulu aku pertama kali melakukannya. Ada pelajaran tentang bagaimana memperlakukan orang lain dari sana. Ketika aku menjadi mahasiswa baru dan berkuliah di kampus sementara, salah satu hal yang menyeramkan setiap minggunya adalah praktikum fisika dasar. Aku rela tidak masuk kelas kalkulus di pagi hari agar aku bisa belajar untuk tes lisan praktikum di sore harinya. Aku sampai harus menemani teman sekelompokku mengerjakan laporan dan memastikan bahwa kelompokku siap praktikum sebelum kena semprot oleh asisten. Asisten kami adalah senior di jurusan sekaligus evaluator di radiasi, aku tidak pernah takut dengan dosenku semenakutkan berhadapan dengan mereka

Update Kilat : Hari ke 34

Selamat tinggal bulan Februari tanpa sebuah postingan apapun. Tidak. Aku tidak sedang dilumpuhkan dengan tugas akhir. Lima hari setelah pengumpulan draft proposal saja, aku belum ada melanjutkan tugas dari pembimbing untuk mengumpulkan paper sebagai persiapan menulis pembahasan. Malam ini tepat hari ke 34 di semester delapan. Semester ini jelas lebih hampa dari semester sebelumnya. Aku ke kampus di jam 7 hanya sekali seminggu untuk kelas sesi 1. Aku pulang jam 6 dari kampus hanya sekali, itu pun karena asisten lab. Tapi ternyata kekosongan ini seperti bom waktu. Semakin merasa santai, semakin waktu kosong lewat begitu saja tanpa disadari. Tau tau sudah seminggu, tau tau sudah minggu ke tujuh perkuliahan, tau tau belum nyentuh pembahasan, tau tau mau sidang. Akhirnya sebagai tindakan pencegahan, aku lebih banyak ke kampus dan mengerjakan semuanya di lab. Kamar kontrakan terlalu beresiko. Beresiko untuk tidur siang, beresiko untuk ngescroll sosmed, beresiko untuk menatap langi