kapasitas memilih menjalin hubungan

Motivasi aku nulis sebenarnya supaya blog ini ada isinya. Jadi kalo aku sewaktu-waktu buka blog dan ternyata postingan terakhir itu udah berbulan-bulan yang lalu rasanya kayak pingin delete account aja gitu. Yaudah pokoknya tulis aja. Jadi tolong dimaafkan kalo tulisannya pada nggak jelas ini. Aku cuma pengen ngeistiqomahin diri aja, honestly. Soalnya sempet ga nyangka ada postingan yang viewersnya udah 300an. Nggak sombong sih, cuma heran kok ada aja yang mau baca. Btw terima kasih banyak buat siapapun yang sudah bersedia meluangkan sepersekian jamnya, sepersekian kuota internetnya, dan sepersekian tenaganya buat baca tulisan aku. Semoga dapat pahala yaa!

Hari ini aku mau beropini dulu, sebenernya dari dua hari yang lalu udah punya niatan mau nulis. Tapi bingung mau pilih tema apa, dari sekian banyak opsi yang ada di kepala akhirnya aku milih tema yang nggak pernah dibahas sama sekali di postingan sebelumnya. Mungkin di beberapa bagian (atau mungkin overall kali ya) bakalan ada yang nggak masuk akal, tapi namanya juga opini pribadi hehe.

***

Di umur kayak aku sekarang ini pasti nggak mungkin nggak pernah mikirin soal masa depan, salah satunya dengan siapa nantinya kita memilih membagi suka dan duka kita. Minimal ngebayangin aja pasti pernah. Apalagi kalau ternyata saat ini kamu udah punya tempat membagi suka dan duka itu, apalagi kalau sekarang kamu udah merasa menjadi orang paling bahagia karena si dia, apalagi kalau sekarang kamu udah merasa semuanya akan baik-baik aja karena ada dia. 

Tapi sebenarnya apa sih yang kita cari atau yang kita pingin dapat dari menjalin sebuah hubungan? Pemikiran dari seseorang yang nggak pernah ngerasain manisnya, indahnya, sakitnya, atau pahitnya menjalin sebuah hubungan nggak bakalan sama dengan pemikiran dari seseorang yang punya hubungan paling indah sedunia menurut dia, atau nggak bakalan sama dengan pemikiran seseorang yang punya pengalaman buruk dalam menjalin hubungan. Intinya aku cuma mau bilang kalo memilih menjalin hubungan itu artinya memilih untuk menambah beban pikiran. Ada minimal satu tambahan tanggung jawab yang kamu pegang saat kamu memilih untuk menjalin hubungan. Apakah kita udah punya kapasitas yang cukup untuk berani menambah satu tanggung jawab dalam hidup kita?

Udah jadi hal normal manusia untuk tertarik sama orang yang menurut dia menarik. Dan udah jadi hal normal manusia untuk punya rasa ingin memiliki terhadap sesuatu yang menurut dia baik untuk dirinya. Tapi terkadang karena terlalu merasa bahwa hal itu menyenangkan untuk dirinya, kita nggak sadar kalau semua punya positif dan negatif. Sekarang kita sendiri yang harus paham apa mau kita memilih untuk menjalin hubungan? Sisi yang mana dari diri kita sehingga memilih menjalin hubungan adalah hal yang baik untuk diri kita sendiri? Setiap orang yang telah memutuskan untuk menjalin hubungan rasanya bisa menjawab pertanyaan itu, menurutku.

Tentang memilih untuk menambah tanggung jawab dalam hidup kita menurutku udah jadi konsekuensi. Kamu harus peka kalau dia punya masalah, kamu harus perhatian kalo dia lagi sakit, kamu harus siap ngeluangkan sedikit waktumu untuk dia apalagi kalo dia minta hal itu jadi kebiasaan dan harus rutin, hal yang kayak gitu menurut aku masih dalam koridor wajar. Tapi gimana kalo ternyata dia over protective, gimana kalo dia terlalu ngelimitin hidupmu, gimana kalo dia sering bohong, gimana kalo dia suka minta dibeliin ini itu, gimana kalo dia egois, dan masih banyak gimana gimana lainnya yang jelas butuh waktu lebih buat dipikirin.

Tiap orang biasanya punya tipe ideal, makanya dia biasanya akan tertarik dengan seseorang yang ternyata sesuai sama tipe idealnya dia. Tapi lagi lagi kita jelas harus realistis sama dunia ini kalo emang nggak ada yang sempurna. Jangan sampai kita ngerasa dia udah setipe banget sama maunya kita, terus ternyata di tengah jalan semua dalam dirinya terasa sangat menjengkelkan. Udah jelas kalau kapasitas kita emang belum cukup untuk memilih menjalin hubungan. Aku sih sampai sekarang nggak percaya soal idealisme memilih pasangan berdasarkan tipe.

Sampai sekarang aku merasa kalau mereka yang memilih untuk mengenal lebih jauh setelah menikah itu keren. Mereka berani dan siap menerima orang lain untuk benar-benar masuk ke dalam kehidupannya, siap untuk berjuang lebih saat ini nggak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk orang yang baru aja dia kenal. Nggak habis pikir, aku pribadi nggak punya keberanian sejauh itu sampai saat ini.

Memilih menjalin hubungan adalah memilih untuk menerima kekurangan orang lain untuk bisa seritme sama hidup kita. Kalau menurut aku gitu aja sih, kalau kita udah siap nerima kekurangan dia ya udah mau dia lagi nggak punya duit, nyebelinnya setengah mati, lelet, over protective, suka minta dibayarin, cuek, nggak bisa masak, jarang mandi, baperan, kalo kita udah paham dan siap artinya kapasitas kita udah cukup. Teori yang bilang kalau cinta itu nggak butuh apa-apa yang penting tulus sih menurutku 85% teoritisnya. Semuanya itu jelas butuh usaha, nikmatin hubungan yang dijalanin jelas butuh materi apapun bentuknya.

Ketidakcukupan kapasitas dan kesiapan diri menurutku perlu banget buat dipertimbangin. Nggak sedikit orang yang hidupnya justru jadi tambah random, tapi nggak sedikit juga yang justru jadi lebih baik. Jadi sebenernya esensi menjalin hubungan itu bukannya sama sama mendewasakan satu sama lain? Belajar berkorban, belajar adil sama diri sendiri dan orang lain, problem solving, dan belajar nggak egois.

Perasaan yang dipunya setiap orang kepada orang lain kalo menurutku semuanya tetep punya dasar yang bisa dilogikakan. Ada yang bilang kalau cinta nggak butuh alasan, aku sih masih setengah nggak percaya. Ketika kita menjalin hubungan, ada hal yang pasti menjadi alasan kita untuk bertahan. Pastikan alasan itu tetap terus kita jadikan alasan, pastikan yang sedang kita jadikan alasan itu adalah bukan sesuatu yang sifatnya nggak permanen. Dan jangan lupa untuk pahami kenapa kita memilih untuk menjalin hubungan. Karena hubungan yang sehat itu membuat kedua pihak juga semakin sehat, bukan satu aja yang sehat, atau dua-duanya malah jadi nggak sehat.

***

It may look paradoxical to you, but it is not. It is an existential truth: only those people who are capable of being alone are capable of love, of sharing, of going into the deepest core of the other person - without possessing the other, without becoming dependent on the other, without reducing the other to a thing, and without becoming addicted to the other. They allow the other absolute freedom, because they know that if others leaves, they will be as happy as they are now. Thei happiness cannot be taken by the other, because it is not given by the other.
(Osho, Being In Love)

Komentar

  1. Hai pew! Its been a long time since u pamitan balik ke ITK wkwk :"))
    Makin keren aja nih, semoga istoqomah pew. Teruskan berbagi kebermanfaatan buat sekitar ya, lewat apapun jalan yg kamu pilih. Bakal ku tunggu nih mantra mantra ciamik dr Pewe yg lain. Terus menulis sampe jadi buku cetak ya Pew! Harus!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak pendampingku tersayaaang!! Makasih banyak mbak motivasinya, luv banyak banyak buat mbak aer pokoknyaa

      Hapus
  2. Sayang memang gak butuh alasan kok pew. Sederhana dan indah. Btw aku udah baca beberapa tulisanmu. Cakep. lanjutkan.

    BalasHapus
  3. sekarang bahas tentang Interface yah. Tampilannya udah lumayan bagus. minimalis dan "eye catching" lah. Pemilihan warna dasar hijau dan putih mantap. nah kalo mau lebioh oke lagi perlu permainan Font. Font yang sama membuat pembaca lama kelamaan bosan pew. apalagi yang males baca macam aku. kasih yang beda dikitlah, minimal di judulnya. huhu. kalo bisa kasih gambar ilustrasi biar lebih oke dan lebih imajinatif. :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yawla ga nyangka nih orang baca juga hahaha makasih sarannya nan really helpful for me!

      Hapus

Posting Komentar

Popular Posts

Aplikasi Penerapan Hukum Joule dalam Kalorimeter (Tugas Akhir Praktikum Fisika Dasar II)

Asisten Praktikum : Bertransformasi

EXERGY: WORK POTENTIAL OF ENERGY (TERMODINAMIKA)