Harm Posts (hahaha) pt.3
Baru tau kan? Kerja itu emang gini.
Diem aja dulu, kamu jangan cari masalah. Masi baru.
Udahlah kerja itu yang penting kita aman.
Diem aja dulu, kamu jangan cari masalah. Masi baru.
Udahlah kerja itu yang penting kita aman.
Kalau nanti aku udah punya junior di tempat ini, tidak akan keluar dari perkataanku saran kepada mereka untuk diam atau cari aman atas apa yang menurut akal dan hati nurani mereka tidak benar.
Hampir satu tahun di tempat kerja, pertanyaan yang paling sering muncul di kepala adalah orang dewasa kok gini amat yak? Awalnya ngerasa dilingkupi oleh hal-hal positif. Banyak orang dewasa yang masa pengabdiannya kerjanya udah 10 tahun keatas. Pengalaman banyak, sejarah tempat itu menguasai, teknik birokrasi paham secara esensialnya, pola bekerja adalah panutan, dan yang paling dihusnuzanin adalah bisa mengayomi, menyemangati, mengajarkan, menjadi tempat diskusi, dan mempositifkan junior mereka.
Tapi makin kesini makin serem! Makin diperlihatkan hal-hal yang sebenernya menurut akal pikiran (nggak usah sampe ke hati nurani lah) salah, tapi dikerjakan. Bertanya dan membuka diskusi dengan santun untuk mencari klarifikasi dianggap tidak beretika. Instruksi diatas diskusi. Masih baru, nggak tau apa apa kamu tuh! Padahal aku seneng banget kalo udah ada yang nanya, "menurut kamu gimana dek kalo.........." atau kita bertanya terus direspon "jadi begini dek.............." atau diluruskan seperti ini "mungkin sebaiknya begini dek............". Menurutku itu adalah satu bentuk interaksi kerja yang paling positif. Justru aku merasa sebagai yang muda akan semakin respect, sama sekali tidak mengurangi rasa hormat dan menjadi medium belajar yang paling membuat excited untuk bekerja karena tiap bekerja selalu punya dasar atas apa yang dikerjakan, apa yang mengganjal di kepala akan cepat terjawab. Tidak larut dengan kebingungan, tidak menaruh banyak kekecewaan. Sehingga tidak menurunkan semangat dan kualitas kerja. Untungnya di tengah ke savage an dunia ini, masih ada satu atau dua orang yang menjadi harapan, huf.
Orang dewasa itu semembingungkan itu. Apakah semakin dewasa kita akan semakin membuat prioritas kesalahan kita masing-masing aja? Tinggal memilih mau berbuat curang di aspek apa, itu saja? Atau malah menurunkan standar kesalahan? Apakah di tempat ini kita dibuat lalai dengan keburukan-keburukan kecil yang dilakukan, sehingga keburukan besar membuat kita menganggap menjadi tidak sebesar itu? Apakah prioritas kehidupan pribadi duniawi kita menuntut kita untuk abai dengan kesalahan-kesalahan tertentu? Serem.
Sebenarnya mulut udah gatal. Ingin bertanya. Ingin menyampaikan penilaian sekaligus kebingungan pribadi. Apakah memang ini akunya aja yang belum mengerti? Apakah ini akunya aja yang belum melihat dari sisi yang lebih luas? Apakah ini akunya aja yang sok suci?
Tapi aku ingat dengan diskusi kecilku dengan Kak Aveni sewaktu aku liburan ke rumahnya awal januari kemarin. Dia bilang, "pertahankan penilaian di dalam hati kamu, tanyakan jika memang menurutmu membingungkan, dan jika dirasa tidak tepat untuk dibahas lebih baik diam dan tidak terlibat". Realitanya memang aku tidak bisa semudah itu mengubah orang-orang dewasa di sekitarku. Tapi menonton kejahatan di depan mata itu sucks banget.
Berat juga untuk mempertahankan kebenaran ditambah menunjukkan ketidaksetujuan garis keras terhadap sesuatu itu. Aku sudah bersitegang sampai di level tidak perlu menegur saat berpapasan dengan orang yang dengannya aku sangat kecewa. Tapi enam bulan terakhir aku belajar mengelola pembawaan diri. Maksutnya, ketika masalah terjadi aku bisa bersitegang, tapi diluar itu aku masih bisa tetap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Karena itu lah yang harus dilakukan untuk lebih banyak mengintimidasi orang-orang yang sadar apa yang dilakukannya tidak tepat (apaan sih, ya gitu lah). Alhamdulillah sekarang udah bisa. Awal-awal masih jengkel kalo dijutekin, padahal kita tuh yang udah ramah banget apaansi gitunah (itu memang bukan aku banget). Tapi lama-lama lebih enteng, dan perselisihan di tempat kerja tidak menjadi beban pikiran yang terbawa sampai pulang ke rumah. Sampai lagi nonton Netflix masih kepikiran.
Masih sering suka nanya sama diri sendiri, kenapa ya Allah masukkan aku ke dunia yang kayak gini? Nanti kalo aku rusak gimana? Pertanyaan yang kayak gitu membuat aku menjawab juga ke diri aku sendiri kalo aku perlu menjadi yang berbeda di tempat ini. Berbeda dalam arti tidak larut dalam kemudahan mendapatkan rezeki yang penting ceklok pagi dan pulang. Aku harap aku terus bisa menjadi pegawai yang bisa menimbang lebih banyak tentang hal yang baik dan salah, punya keberanian untuk menyelamatkan diri dan menyampaikan penilaian pribadi tentang hal yang menurut aku tidak benar, selalu punya pertanyaan di kepala tentang hal-hal yang nampak ganjal keberkahannya, punya rem diri untuk tidak menjadi terbiasa dengan kelalaian-kelalaian kecil, punya cara yang baik untuk menyampaikan ketidaksetujuan, serta dijauhkan dari sifat temen-temenku juga ngelakuin kok.
Kemarin waktu lagi baca Al-Qur'an ketemu ayat di Surah Al-Kahf ayat 24 yang dalem banget di pikiran waktu setelah membacanya. Bunyinya gini, "......Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah "Mudah mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini"". Sekarang doanya udah bukan semoga terhindar dari hal yang buruk, tapi semoga terhindar dari menganggap biasa hal-hal yang buruk. God bless us, aamiin allahumma aamiin ❤🌻
Komentar
Posting Komentar