Breath after The End

if you don't get it off your chest, you'll never be able to breath
Ditulis saat harusnya telah menggenapkan 151 hari. Haha engga engga, hitungannya sudah harus dihentikan sampai hari ke 137. Aku baru sanggup sempat menuliskannya saat ini ketika dirasa sudah stabil. Jadi tulisan ini bukan berbentuk tulisan galau, tidak juga tulisan maki maki orang.

Selama proses rekonstruksi diri (haha gaya bats) aku banyak membaca, curhat juga sih. Terima kasih untuk teman-teman yang sudah dengan sangat baik mendengarkan curhatan dan marah marahku. Membacanya tentang bagaimana cara menghadapi kondisi seperti ini supaya segera pulih karena saat itu aku ingin segera kembali ke suasana diri yang normal dan membaca tentang bagaimana cara memandang sebuah hubungan yang seharusnya. Anehnya lagi, entah kenapa semesta mendukung diriku untuk segera move dari keadaan itu, mulai dari pembicaraan di kantor, timeline twitter, sampai home pinterest. Dan aku menemukan quote di atas salah satunya di home pinterestku. I have to make myself breath as soon as possible.

Beberapa hal aku coba untuk menemukan setelah ini aku harus apa dan memposisikan diri gimana. 
Yang pertama aku lakukan adalah marah-marah kepada orang yang bersangkutan, menyampaikan semua kebingungan, kesedihan, kekecewaan, makian yang sudah aku simpan di kepala semanjak malam kelabu itu (apasih kelabu). Bener-bener semuanya.
Yang kedua aku coba adalah memutus komunikasi. Tapi ternyata aku bukan orang yang dengan mudahnya berbahagia saat aku tau aku sedang tidak baik-baik saja dengan orang lain. Ganjel. Menurutku ini bukan akhir, ini bukan penyelesaian. I still can't breath.
Yang terakhir adalah menjadi biasa. Yang ini ampuh, meskipun setiap sikap yang diambil setelahnya ada pergulatan batin yang aneh, yang harus aku pikirkan cukup lama lalu bisa ketemu jawabannya. Dan ini harus dilakukan tanpa distraksi dari luar, I just ask myself what really makes me better. Susah.

Menjadi biasa itu artinya menerima. Bentuk penerimaan tersebut ditandai dengan berhenti merasa diri ini adalah korban, begitu pula berhenti menghakimi orang yang bersangkutan. Artinya adalah berhenti mengingat kekecewaan. Kecewanya bukan berarti hilang. Tapi ya yaudah, aku kecewa dengan kemarin tapi sekarang aku menerima bahwa kondisinya memang sekarang begini. YA U DAH hehe.
Salah menafsirkan bentuk menjadi biasa itu bisa bias, karena bisa membuat diri sendiri menciptakan harapan-harapan untuk kembali. Jadi harus bener-bener hati-hati dan harus bener-bener dipikirin, apakah masih berharap memiliki atau sudah menerima tidak bisa memiliki? Cara menemukan jawabannya adalah dengan melihat apa yang mau dilakukan setelah ini, jangka panjang boleh. Fokus aja ke diri sendiri apa aja yang mau dilakukan termasuk merencanakan hati.

Yang sulit dari menjadi biasa adalah memposisikan diri dan menjaga hati. Namanya aja kan "pernah" ya, bekasnya masih ada dong :'D jadi hati harus siap dengan segala kemungkinan. Termasuk saat tiba-tiba muncul stimulus untuk berharap, siap tarik diri pelan-pelan. Jangan tetep disikat wkwk. We know myself better before.

Kenapa pilihannya adalah menjadi biasa? Karena aku yakin orang yang bersangkutan bukan orang jahat. Aku kenal dia lebih lama dari hubungan ini dimulai. Kita punya alasan untuk membuat ini berakhir tanpa adanya akhir. Dan aku percaya kalau ini memang berakhir karena Tuhan yang mau dan harus segera berhenti menyalahkan yang bersangkutan. Kesimpulannya adalah kita tidak siap bertanggung jawab atas perasaan satu sama lain, tapi kita bertanggung jawab atas pertemanan yang sama-sama dibutuhkan dan bener-bener sayang kalo harus rusak. Kita stay karena kita care.

Pada akhirnya keputusan itu menjadi jalan penyelesaian terbaik (sejauh ini). Bukan berarti udah baik-baik aja sih sekarang. Sedih sih engga (I spend  my 3 days to cry A LOT), tapi suka berasa ada yang kosong aja gitu wkwk. Keputusan ini menjadi melegakan karena dibersamai dengan ikhlas, bukan ego. Day by day my life runs progresive. Pelan tapi pasti udah mulai terbiasa, berasa banget bedanya minggu lalu sampai ke malam ini. Makanya udah berani ditulis soalnya kayaknya nggak bakal labil lagi. Good job myself! hahaha.

Thank you for giving me this lessons. I'll keep the memories stay as something good.

Finally, I've throw it off from my chest!

***

Jangan pernah menaruh harapan 100% dengan manusia. Seyakin apa pun terhadapnya. Allah bener-bener Maha membolak balik hati. Semua bisa diputar 180 derajat, kayak aku kemarin hehe. Siapkan hati untuk kemungkinan terburuk dan jangan pernah merasa memiliki sesuatu seakan-akan itu akan menjadi milik kita selamanya haha. Apalagi untuk hubungan nggak terikat gini kan, yauda santai aja make perasaannya jangan ngegas banget.

***

Pedihnya tanya yang tak terjawab
Mampu menjatuhkan ku yang dikira tegar
Kau tepikan aku
Kau renggut mimpi
Yang dulu kita ukir bersama
Seolah aku tak pernah jadi bagian besar dalam hari-harimu
Seolah janji dan kata-kata yang telah terucap
Kehilangan arti
Lebih baik kita usai disini
Sebelum cerita indah
Tergantikan pahitnya sakit hati

Lagu ini secara otomatis keputar di kepala waktu kejadian. Awalnya nggak hapal liriknya, cuma tau bagian reffnya. Pas cari tau liriknya, ini emang terlalu pas! Btw I can play this song without tears wkwk. 

Komentar

Popular Posts

Asisten Praktikum : Bertransformasi

Indonesia sudah Menyediakan Kebebasan Berpendapat, Budaya Diskusi itu Penting!

Aplikasi Penerapan Hukum Joule dalam Kalorimeter (Tugas Akhir Praktikum Fisika Dasar II)