Jiwa yang (kuharap) Tidak Ikut Pamitan

(Tidak disertai dokumentasi dikarenakan foto-foto yang belum sempat dibagikan dan aku yang takut lupa ingin menuliskan apa he he)

Wisuda 1

Wisuda 2

Wisuda 3

Tiga bentuk pamitan yang aku alami bersama kampusku yang Oktober ini baru genap tiga tahun berdiri. Dan di hari ini tepat aku turut serta dalam menjabat tangan, mengucapkan selamat, dan menyertakan doa kepada kakak-kakak yang sebagian besar adalah mereka yang tepat satu tingkat di atasku. (Maafkan diriku yang mungkin tadi belum sempat menemui secara langsung, tapi melihat kalian begitu bahagia, aku juga turut bahagia) Selamat kakak-kakak, telah menunaikan satu kewajiban anak kepada orang tuanya.

Dari segala perasaan yang muncul ketika aku hadir dan menyaksikan mereka turun setelah acara ceremonial, bercengkerama dengan adik-adik tingkat, sampai bersama-sama menyanyikan mars yang membuatku merinding setiap kali mendengarnya, aku tidak lupa satu hal. Kami akan ditinggalkan. Dan semakin terasa ketika akhirnya angkatanku adalah angkatan tertua dengan tiga angkatan ada di bawah kami. Ada di bawah tanggung jawab kami. Dan, sebuah organisasi paling fundamental di kampus ini sedang menggantungkan nasib pada angkatanku saat ini.

Euforia berkedok perpisahan. Dan ucapan selamat berkedok semangat berjuang.

Ditinggalkan oleh mereka yang mengajarkan. Yang biasanya mencontoh, sekarang harus dicontoh. Yang biasanya meminta, sekarang harus diminta. Yang biasanya ditegur, sekarang harus menegur. Yang biasanya diberi, sekarang harus memberi. Yang biasanya diselesaikan, sekarang harus menyelesaikan. Aku bilang, mewariskan itu sulit.

Dari sekian banyak hal baik yang diwariskan, kami juga harus bisa melakukannya kepada angkatan di bawah kami. Dan sampai saat ini, salah satu hal yang tidak pernah aku lupa, hal yang tidak pernah aku dapatkan dari sebuah penyampaian materi, hal yang tidak pernah mereka coba sampaikan melalui pesan yang terucap. Hal itu adalah tentang sebuah kepedulian.

Kepedulian yang beberapa kali coba ditanamkan, tapi lupa diterapkan. Baik oleh yang menanamkan, atau yang ditanamkan. Yang aku bilang terlihat gugur, tapi masih diberi kesampatan untuk memperbaiki sebelum sepenuhnya gugur. Yang aku bilang tidak ada harapan, dan semoga saja masih ada harapan. Karena ternyata mempertahankan jiwa itu, harus dibarengi dengan kita yang paham makna esensial di dalamnya. Aku sudah paham belum sih? 

***

 Semoga, jiwa yang aku dapatkan dari mereka tidak pernah memilih untuk turut pamitan.

Terima kasih telah mengajarkan.

Semoga ada balasan berlipat keberkahan yang didapat setelah menebar kebermanfaatan.

May you get your own success kakak-kakak yang saat ini telah resmi bergabung dalam Keluarga Alumni Institut Teknologi Kalimantan.


Dari yang siap bergabung di September tahun depan.
Aamiin hehe

Komentar

Popular Posts

Asisten Praktikum : Bertransformasi

Indonesia sudah Menyediakan Kebebasan Berpendapat, Budaya Diskusi itu Penting!

Aplikasi Penerapan Hukum Joule dalam Kalorimeter (Tugas Akhir Praktikum Fisika Dasar II)