Kedinamisan Seorang Wanita

wom·an /ˈwo͝omən/ (n) an adult human female
Semenjak aku mulai berada dalam usia 20 tahun, aku mulai menyebut diriku seorang wanita sebagai bentuk apresiasi atas umur dan mencoba menuntut diri agar lebih dewasa. Wanita, dalam konteks tidak menyebutku perempuan apalagi cewek. Tidak dengan perempuan karena terlalu general saja, bisa digunakan untuk menyebut seorang anak atau orang tua yang bergender sama denganku. Sama sekali tidak dengan cewek karena menurutku terlalu identik dengan remaja yang lari kesana kemari, bertindak sesuka hati, dan cenderung lupa dengan impiannya. Ya, itu aku sebelum 20 tahun.

Manusia itu dinamis! Kalimat itu pernah diungkapkan oleh salah satu seniorku di kampus saat melakukan screening untuk mengetahui komitmen peserta. Memang benar, hati manusia mudah sekali dibalik 180 sampai 360 derajat. Menurutku, itu bukan labil melainkan kurang lama dalam mempertimbangkan saja. Dan hal yang paling aku tekankan dalam diriku saat ini adalah pertimbangkan dan pertimbangkan. Akal dan hati kadang lupa senada karena kita yang terlalu terburu-terburu dalam memutuskan.

Belakangan ini terlalu ramai teman-temanku yang berseliweran dan menyibukkan diri tentang pilihan hati. Hal yang belum pernah aku lakukan selama 20 tahun ini, berlama-lama dalam urusan hati. Bukan hal yang salah, karena mungkin sudah waktunya. Dan mungkin saat ini aku masih dibiarkan untuk menjadi pengamat, bukan pelaku. Mereka tau aku sendiri belum pernah ada di posisi yang sama dengan mereka, tapi mereka luar biasa percayanya dengan setiap saran yang aku berikan dan kadang lebih jauh sampai membantu. Entah darimana datangnya kemampuan khusus ini.

Sekian banyak hal yang aku dengarkan mengenai bagaimana seorang wanita mengelola hati dan menetapkan sebuah pilihan, kedinamisan adalah hal yang berbahaya. Wanita diciptakan dengan kemampuan perasa yang lebih peka dibandingkan dengan lawan jenisnya. Mengelola sebuah kepekaan adalah hal yang penting untuk menjaga kesenadaan hati dan logika. Dan aku terkadang cukup menyayangkan mereka yang begitu larut dalam sebuah kepekaan yang mereka miliki, sampai lupa logika, sampai lupa diri. Aku menyebutnya, "tidak sayang dengan hari esok". Karena kadang, kepekaan wanita yang tidak mampu dikelola menyebabkannya lupa dengan apa yang ingin dicapai, apa yang harus ditinggalkan, apa yang baik dan tidak untuk dirinya, dan apa yang akan terjadi di masa depan jika dia memilih sebuah keputusan. Minimal tidak untuk orang lain, hanya untuk menyelamatkan diri sendiri di esok hari.

Ada begitu banyak hal yang aku sebut sebuah kedinamisan wanita yang dipicu oleh permasalahan kepekaan hati, seperti kehilangan profesionalitas pada sekitar, sampai kehilangan identitas diri. Berubah menjadi sedikit alay adalah salah satu hal konyol dari kehilangan identitas diri. Tapi semoga nggak berbahaya ya. Terlepas dari bagaimana berubahnya pribadi seorang wanita setelahnya, aku hanya ingin menjadi pribadi yang tidak lupa mempertimbangkan. Jika nanti aku ada di posisi itu (duh). Karena manis di awal pahit di akhir itu bukan hal yang harus dialami dulu baru dijadikan pelajaran. Tapi semoga sedinamis-dinamis apapun seorang wanita, tidak pernah lupa untuk sayang dengan diri sendiri, sayang dengan waktu yang dimiliki, dan sayang dengan hati jika harus dikecewakan (ea).

***

nb : untuk teman-teman yang sudah bersedia memilih aku untuk mendengarkan cerita sampai meminta saran, terima kasih atas kepercayaan yang diberikan. semoga happy ending soal urusan hati. jangan lupa, sayang boleh tapi jangan lupa diri jika memilih untuk berkorban. luvv gals!

Komentar

Popular Posts

Asisten Praktikum : Bertransformasi

Indonesia sudah Menyediakan Kebebasan Berpendapat, Budaya Diskusi itu Penting!

Aplikasi Penerapan Hukum Joule dalam Kalorimeter (Tugas Akhir Praktikum Fisika Dasar II)