legowo, no excuse yes?
Hal yang paling mudah dalam hidup sesungguhnya adalah mengorganize diri sendiri. Terserah kita mau main apa belajar apa ibadah, mau menjadi seseorang yang bertanggung jawab atas kehidupan selanjutnya atau engga, semuanya ditanggung oleh satu orang, ya diri kita sendiri. Mengorganize diri sendiri juga ga perlu banyak referensi atau tiruan sana sani, yang penting kita paham pedoman yang ma dipakai apa dan sudah mengenal penuh diri kita adalah seseorang yang seperti apa. Tapi masalah yang dihadapi umat sedunia mungkin adalah mengenal diri sendiri. Sama satu lagi, keindahan nafsu duniawi membuat kita kadang kalah sama bagaimana kita mengenal apalagi mengendalikan diri kita. Ya ga sih? Atau aku aja kali ya yang ngerasain ini? Haha tapi insha Allah ini udah by observed sekitar kok.
Kenapa aku bisa bilang mengenal diri sendiri adalah hal termudah dalam hidup?
Aku juga baru belajar, baru sadar lebih tepatnya karena baru diingatkan dengan hal yang tersulit. Memahami orang lain.
Bermain dengan banyak orang setiap harinya, apalagi punya tanggung jawab untuk mengorganise sekelompok orang ternyata adalah hal yang tersulit, menurutku. Setiap manusia pasti punya kecenderungan untuk lebih kontra dengan apa yang dianggap tidak sesuai dengan anggapannya. Ntah itu benar atau salah, tetep aja pasti defense naturally akan dilakukan terlebih dahulu. Percaya apa engga, kalo kamu lagi persentasi di kelas terus ada hal yang dikoreksi oleh temen kamu apa iya kamu langsung nerima hal yang kamu udah kerjakan dikoreksi sama orang lain?
Aku sendiri terkadang sering merasakan defensif terhadap orang lain yang sejujurnya aku ga boleh lakukan dalam intensitas yang terlalu sering. Bete kalo dikoreksi, marah kalo diingatkan, diam kalo diberi masukan, sampai mengungkapkan pembelaan berlebihan yang ga masuk akal. Udah tau salah malah ngeyel. Itu bahayanya aku.
Itu masih tentang mengoreksi kesalahan. Belum lagi saat ini, aku atau mungkin kamu yang sedang berada dalam ruang yang dimana kita diperlukan untuk paham satu sama lain, misalnya dalam suatu organisasi. Masuk organisasi adalah soal visi apa yang ingin dicari ketika masuk dan keluar dari sana nantinya. Masuk organisasi adalah soal bagaimana memberikan sesuatu dari diri kita lebih dari yang lain. Dan ketika apa yang sudah kamu lakukan ternyata tidak sesuai dengan kondisi sekitar. Ah ini sih namanya aku aja yang ngerjain. Kamu akan ngapain? Aku sih memilih untuk ditinggalkan sekalian aja.
Tapi aku lupa apa tujuanku kemarin yang begitu memantapkan hati ini untuk kesana. Malu ga sih kalah sama ego? Kalo kata pak ustat, shaitannya udah duduk duduk dipojokan dengan bangga tersenyum bahwa skenario yang telah disusun sudah berhasil. Kamu marah, habis itu kamu mau ngapain? Aku kadang tempramen dan judgement banget. Bedanya aku nyimpen dan ga banyak cerita ke orang lain. Alhasil terlalu banyak penyakit hatinya):
Aku dulu marah banget kalo aku kerja kelompok terus temenku ada yang gabut, aku sih tega ya tega ga nulis namanya di tugas yang dikumpulin. Aku dulu bisa gampang ngomong di depan orang yang aku denger lebih memilih main dari pada bantuin ini itu yang padahal penting. Kata temen-temen aku cukup capable buat ngegituin mereka.
Tapi ternyata makin kesini aku sadar, itu ga bikin mereka sama sekali berubah. Justru yang ada malah makin ilfeel. Balik lagi ke sifat esensial manusia yang akan selalu mempunyai sifat perlindungan diri yang tinggi terhadap orang lain. Yang ada ditinggalin jadinya. Aku tidak merangkul, mengajarkan, dan membuatnya sadar, justru dia akan semakin memilih untuk berada disana. Meninggalkan orang yang rese ini.
Akhirnya, seorang teman mengatakan aku satu kata yang ternyata aku belum lakukan, yaitu legowo. Ya diikhlasin aja. Ini memang salah satu godaan kita untuk step out dari bayang-bayang apresiasi orang lain. Mencoba menurunkan ego dan percaya setiap pilihan orang perlu dihargai. Belajar mengingatkan dengan kondisi dan cara yang baik. Bagaimana pun gaada orang yang suka diingatkan dengan cara yang ga enak. Berhenti mencari pembanding diri kita atas diri orang lain dan belajar untuk tidak mengingatkan apa yang katanya "jerih payah" yang sudah dilakukan. Emang segitu "jerih payah"nya ya? Gimana kalo sebenernya kita aja yang berlebihan memandang apa yang kita sebut "jerih payah" itu?
Aku sekarang belajar untuk melakukan segala yang bisa dilakukan. Belajar ga bilang ini gabisa, belajar ga bilang ini berat, belajar ga lihat orang lain melakukan apa dan aku melakukan apa. Selagi bisa lakukan, selagi baik lakukan. Manfaat akan selalu ada dan aku harus percaya. Reward sudah urusan Allah ingin memberika atau engga.
Semoga bisa memahami sesama ciptaan dengan bijak yaa!
“Seandainya salah seorang di antara
kamu melakukan suatu perbuatan di dalam gua yang tidak ada pintu dan
lubangnya, maka amal itu tetap akan bisa keluar (tetap dicatat oleh
Allah) menurut keadaannya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Balikpapan, 13 Maret 2017
Alhamdulillah nulis lagi ya
Komentar
Posting Komentar