Instagram (dan Perenugannya)
13 Oktober 2017.
Tepat sebulan aku memutuskan berhenti dari dunia yang digandrungi oleh teman-teman sepermainan. Instagram. Mungkin banyak yang akan bilang ini adalah pilihan yang sepele dan segitunya banget. Beberapa kali terlintas di pikiranku hal yang sama, namun rasanya jika mengingat kembali apa yang dapat aku lakukan sebagai pengganti membuka explore dan menekan layar smartphone sebanyak dua kali setiap satu kali scroll adalah hal yang lebih baik.
"Kamunya aja yang nggak bijak menggunakan"
Ketika ada teman yang membicarakan bahasan yang sedang hangat hangatnya di instagram, oke aku nggak paham. Untungnya saja sampai saat ini instagram belum merilis fitur yang lebih canggih daripada boomerang, rewind, atau filter filter horor lainnya. Setidaknya kalau diajakin boomerang aku masih paham lah..
Memilih untuk menghapus aplikasi ini di smartphone adalah bukan perkara muda. Dimulai dari pertengahan bulan Agustus (baca juga : Instagram) dimana fikiranku mulai jengah dengan segala hal yang muncul di timeline dan explore instagramku. Dibanding sebelumnya aku mulai mengurangi intensitas dalam penggunaannya, tapi tidak untuk melihat instastory dan tidak pula untuk melihat postingan teman maupun selebgram favorit. Termasuk comment sectionnya yang sebenarnya aku sendiri jengah juga saat membacanya. Anehnya aku nggak berhenti.
Tidak berhenti sampai aku mulai disibukkan mengejar ketertinggalan di kampus. Di semester 7 ini, aku merasa banyak yang harus aku kejar - laporan KP yang saat itu minim progres, buku-buku yang kuat dibeli tapi tidak kuat dihabiskan, amal yaumi yang mulai terlantar, dan melawan daya tarik kasur yang kuatnya luar biasa. Di era beban sks yang tinggal sedikit dan jadwal kuliah yang sehari hanya sekali ternyata punya daya tarik yang semakin kuat untuk bermalas-malasan. I'm in higher inertia.
Pada kenyataannya aku mulai terdestruksi oleh apa yang ditawarkan disana. Pola berfikir yang merusak jika diteruskan. Cenderung tidak bersyukur, padahal yang kita lihat disana hanyalah seperbagian yang terlalu kecil dalam kehidupan penggunanya. Pada kenyataannya ada bagian dari gaya hidup kita yang akan mengacu kepada apa yang kita lihat secara intens. Kehilangan esensi dari hal-hal yang dilakukan di dunia nyata adalah salah satunya. Maaf kalo judgement tapi menurut aku, I loss my time because I'm too busy to scrolling my timeline every single day.
Pada saat itu tiba saatnya aku akan melaksanakan Seminar KP. Aku tidak menunjukkan apapun di instagram yang menunjukkan aku akan seminar. Akhirnya, aku hanya menerima ucapan semangat dan selamat dari orang-orang yang memang mengingat saat itu aku akan seminar melalui chat ataupun hadir saat persentasiku. Aku mencoba melepaskan diri dari formalitas semangat yang diberikan karena saat itu mungkin aku mengupdate instastory yang menunjukkan aku akan seminar atau meupload foto euforia setelah seminar. I just felt incredible.
16 Oktober 2017
Akhirnya aku terfikir untuk menuliskan ketidakatifan akunku di profil. Aku menunggu saat dimana aku memilih memutuskan untuk menghapus akunku sepenuhnya. Sampai saat ini rasanya masih belum rela menghapus seluruh momen dengan orang-orang terkasih yang sudah dibagikan dan ditulis dengan caption sepenuh hati he he.
Banyak hal baru yang aku bisa lakukan (dan menurutku baru) sebulan ini setelah melepaskan dari padat dan seriusnya atmosfer instagram. Tidur lebih teratur dan bangun tepat waktu adalah hal termembanggakan. Mulai menghabiskan buku-buku yang lama ditelantarkan, mencoba tidak fluktuatif dalam belajar bahasa inggris, lebih banyak membaca berita (say hello to Google Newsstand), mengurangi jatah leyeh leyeh di kasur, meningkatkan intensitas youtube-an dan buka sesuatu yang lebih informatif dari sekedar melihat selebgram ini sedang jalan-jalan kemana dan endorse brand apa. I'm facing my own life and stop comparing myself with others in my socmed.
Tidak banyak hal yang ingin aku perbaiki dalam diriku, tapi ada satu hal yang sangat ingin aku perbaiki. Kebiasaan dan pola berfikir.
Semua hal selalu berkembang, namun semoga hal positif dalam diri kita tidak kalah dengan hal negatif yang berkembang sama pesatnya.
Dunia ini terlalu luas untuk dipelajari. Jadi pastikan apa yang sudah kita pelajari bermanfaat untuk diri sendiri, dan untuk orang di sekitar kita.
Aku - yang merasa tidak tertinggal karena tidak punya instagram xixi.
Komentar
Posting Komentar