Asisten Praktikum : Bertransformasi
Setiap orang punya caranya
masing-masing dalam menemukan pelajaran dari peristiwa yang dialami di
hidupnya. Aku pun sama. Salah satunya dari kegiatan yang aku rutin lakukan
mulai dari semester tiga, menjadi seorang asisten praktikum fisika dasar. Aku
nggak menyangka ternyata profesi ini tidak sesederhana yang terlihat di mataku
saat dulu aku pertama kali melakukannya. Ada pelajaran tentang bagaimana
memperlakukan orang lain dari sana.
Ketika aku menjadi mahasiswa baru
dan berkuliah di kampus sementara, salah satu hal yang menyeramkan setiap
minggunya adalah praktikum fisika dasar. Aku rela tidak masuk kelas kalkulus di
pagi hari agar aku bisa belajar untuk tes lisan praktikum di sore harinya. Aku sampai
harus menemani teman sekelompokku mengerjakan laporan dan memastikan bahwa kelompokku
siap praktikum sebelum kena semprot oleh asisten. Asisten kami adalah senior di
jurusan sekaligus evaluator di radiasi, aku tidak pernah takut dengan dosenku
semenakutkan berhadapan dengan mereka di meja praktikum. Tidak sekali kami harus
menjawab pertanyaan dengan tekanan lebih dari tiga orang asisten yang
mengelilingi kami. Belum lagi mereka membawa peran seniornya yang pemahamannya
lebih dari kami dan nilai kami sedang berada di tangan mereka.
Pernah suatu ketika temanku ada
yang ketahuan mbacem (istilah nyontek
di Surabaya) pembahasan dari teman sekelompoknya. Asisten kami tanpa ragu dan
tanpa segan merobek laporan resmi yang sudah pasti dikerjakan sampai dini hari
itu. Ditambah melemparkannya ke jendela lab yang berada di lantai tiga ke
bawah. Setelah itu siapa lagi yang akan berani mbacem pembahasan?
***
Kenangan lab fisdas itu membekas
sampai aku kembali ke kampusku. Kondisi sumber daya asisten yang kurang di program
studi akhirnya mengharuskan aku untuk menjadi asisten lab fisdas juga. Walaupun
sebenarnya ketika aku pertama kali menjadi praktikan di fisika dasar, aku sudah
bertekat aku akan jadi aslab fisdas ketika nanti aku sudah semester tiga.
Menjadi asisten sudah seperti
kuliah lima sks. Dalam seminggu aku punya jadwal tiga sampai empat sesi di
praktikum fisika dasar. Tapi aku sama sekali tidak merasa keberatan, ya pada dasarnya
aku memang suka mengajar. Namun, hal yang aku sadari baru ketika aku semester lima
adalah aku hanya terfokus pada bagaimana aku dulu diperlakukan ketika menjadi
praktikan. Aku merasa bersikap seperti orang yang aku hadapi dulu adalah tepat
dan aku tidak punya referensi lain tentang cara menjadi asisten praktikum yang
baik. Akhirnya, Putri Widya Pangestika adalah asisten yang dikenal keras, anti
toleransi, menakutkan, dan tegaan.
Aku tidak masalah mengenai
bagaimana praktikan akan menilaiku. Toh menurutku aku sedang berusaha
mengenalkan kepada mereka (mahasiswa baru) satu aspek kehidupan kampus yang
akan berbeda dengan kehidupan SMA. Ditambah lagi dengan mindset bahwa aku berhasil menjadi lebih kuat dan lebih tanggap
setelah dididik dengan cara yang seperti itu ketika aku dulu menjadi seorang
praktikan.
Tapi ternyata ada hal yang perlu
aku koreksi dari mindsetku itu. Bahwa tidak semua orang bisa berhasil dengan
perlakuan yang aku coba terapkan di kampusku. Pada kenyataannya, aku yang sudah
mencoba tegas dan terlihat galak ini tidak membuat praktikan akhirnya belajar
ketika mau praktikum, memahami konsep ketika selesai melakukan praktikum, dan
mengerjakan lapres dengan kapabilitas pemahaman yang cukup. Aku terlalu fokus
dengan bagaimana aku membawa diri sebagai seorang asisten sampai akhirnya pemahaman
yang aku coba sampaikan justru lolos dari tangkapan mereka. Aku sudah
mengeluarkan energi yang terlalu besar untuk hasil yang efisiensinya rendah. Ya
itu mungkin akunya saja dulu yang tepat diperlakukan dengan cara itu. Sepertinya
aku harus meninjau ulang bagaimana aku harus bersikap sebagai seorang asisten.
Beberapa lembar feedback yang ditulis praktikan setelah praktikum dalam satu semester berakhir. Kebanyakan meminta aku lebih banyak tersenyum, sabar, dan memperbaiki cara menjelaskan. |
***
Ketika aku semester lima – artinya
sudah tiga periode aku menjadi asisten praktikum fisdas – aku menghadapi
seorang praktikan yang memiliki pemahaman yang sangat lambat. Setelah aku mencari
tau, dia berasal dari jurusan IPS dan sekarang sedang mengambil jurusan yang
membutuhkan pemahaman MIPA yang baik. Aku sadar, tidak berguna dan sangat jahat
apabila aku harus menuntut lebih terhadap pemahaman yang dia bawa ketika akan
melakukan praktikum fisdas. Hal ini yang membuat aku sadar bahwa aku perlu
mencari cara terbaik untuk memahamkan sebuah konsep praktikum yang akan aku
berikan kepada praktikan. Karena ternyata galakku di lab tidak akan membuat
mereka yang tidak paham menjadi paham. Dan itu bukan hal yang baik untuk
dijadikan suatu variabel kontrol dalam menghasilkan variabel terikat yang tepat
(variabel terikat : pemahaman praktikan).
Semenjak saat itu, aku mencoba semaksimal
mungkin meninjau kembali materi yang akan aku sampaikan ke praktikan. Bagaimana
cara membuat analogi fisika yang mudah dipahami, bagaimana cara memberikan
tugas yang dengan itu dapat meningkatkan pemahaman mereka, dan memilah setiap
pertanyaan untuk memancing pemahaman konsep fisika mereka. Dari hal itu aku
belajar meningkatkan kualitas diriku sebagai seorang asisten praktikum, seorang
perantara ilmu. Kalau apa yang aku sampaikan salah, dan itu mereka pakai, dan
kemudian mereka sampaikan ke orang lain, dan begitu selanjutnya, maka habislah
aku. Ya ini perkara pertanggung jawaban.
Lembar feedback di semester berikutnya. Menurutku sebuah ucapan terima kasih adalah yang terbaik. Karena artinya ada sesuatu hal yang dapat aku berikan ke mereka dan bermanfaat bagi mereka. |
***
Setelah tragedi pertaubatan itu
aku akhirnya masih dikenal sebagai asisten yang keras, karena aku memang
individu yang tidak sabaran dan mudah geregetan. Tapi di sisi lain, aku senang
melihat praktikanku mampu mengerjakan laporan dengan baik, dan mampu menjawab
setiap tes lisan dengan baik tanpa tekanan. Praktikum yang kami lakukan
berjalan dengan lancar tanpa aku harus melihat air mata dan wajah merasa sial
dari seorang mahasiswa baru (ya dulu aku sering kali melihat bentuk itu di meja
praktikumku). Meberikan konsekuensi terhadap pelanggaran atas dasar agar mereka
paham kesalahan yang telah dilakukan, bukan hanya ingin menyengsarakan dengan
dalih memebrikan efek jera. Ternyata untuk membuat orang lain mengerti, yang
terpenting adalah bagaimana cara kita menyampaikan dapat diterima dan apa yang
kita siapkan adalah hal yang siap untuk disampaikan.
Jadi asisten praktikum memaksa
aku untuk belajar lagi dan memperkuat kembali pemahamanku agar aku bisa
memahamkan orang lain. Jangan sampai niat untuk memberikan kemudahan kepada
orang lain justru berujung pada menyebabkan orang tersebut berada dalam
kesusahan. Noted!
Komentar
Posting Komentar