Mengajar : Menjadi Keren!

Tiba-tiba di awal tahun 2018 ini banyak sekali hal yang wajib banget buat disyukuri, salah satunya adalah ketika seorang adik yang kurang lebih enam bulan yang setiap dua kali seminggu harus berpusing-pusing dengan aljabar bisa mendapat ranking dua di kelas. Rasa bahagianya dia sukses buat aku semangat untuk memberikan yang lebih baik lagi di semester selanjutnya. Ayo dek kita ntar belajar lagi supaya lebih bisa dari kemarin yaa haha – kalimat itu yang aku katakan setelah orang tuanya mengabarkan kalo dia mendapat ranking dua.

***

13 tahun yang lalu tepatnya waktu aku kelas tiga SD adalah saat dimana pertama kali aku ingin jadi guru suatu hari nanti. Sampai sekarang aku ingat sekali bagaimana seorang ibu guru mata pelajaran ipa yang mengajarkan materi fotosintesis di kelasku saat itu. Bukan materinya yang seru, tapi cara beliau mengajar yang sukses aku menyukai ipa saat itu. Yang materinya tidak pernah aku lupa sampai aku lulus SD. Cara beliau mengajar membuatku takjub, luar biasa cara beliau menjelaskan sampai bisa membuat kurang lebih 36 siswa di kelas paham tentang skema fotosintesis. Ya, semenjak saat itu aku selalu jadi guru saat main guru-guruan dengan teman-teman di rumah. Dan materinya selalu fotosintesis, HAHA.
Dari kecil aku memang akrab dengan suasana murid, guru, dan sekolah. Aku besar di lingkungan guru karena orang tuaku adalah guru. Aku sangat paham bagaimana kalau awal masuk semester, hari raya, atau acara yang diadakan di rumah pasti banyak murid-murid orang tuaku yang datang ke rumah. Sampai saat ini pun aku sendiri nggak tau bagaimana orang tuaku saat sedang mengajar di dalam kelas. Aku sendiri di rumah nggak pernah minta diajarin mata pelajaran di sekolah sama mereka. Tapi yang aku tau, banyak murid yang senang dengan mereka.
Keinginanku juga nggak berhenti sampai di lulus SD. Di SMP, tepatnya kelas tiga saat itu. Saat dimana aku berasa baru main sebentar setelah lulus SD tapi sudah harus tersita lagi untuk ujian nasional. Tapi kali ini bukan ipa lagi yang menjadi favoritku, tapi matematika. Berkat guru les yang luar biasa handal sampai bisa membuatku saat itu diberi tanggung jawab oleh guru matematika di sekolah untuk mengajarkan dua orang temanku belajar matematika seminggu sekali. Akhirnya disitu aku cukup intens buat mengajarkan dua orang temanku matematika sampai kami ujian nasional.
Di SMA nggak banyak yang bisa aku lakukan. Mungkin karena lingkunganku cukup berbeda. Nggak ada yang butuh diajarin soalnya udah pada jago jago haha. Tapi beberapa kali ada teman yang ke rumah untuk minta diajarin atau belajar bersama. Rasanya aku belum pernah menolak jika ada teman yang minta diajarin. Perasaan yang kayaknya baru aku sadarin akhir-akhir ini, mengajar adalah sesuatu yang seru buatku.  
Di lingkungan mahasiswa, aku banyak memilih kegiatan yang dimana membuatku harus bisa membagi sesuatu yang aku pahami untuk orang lain. Menjadi asisten laboratorium, asisten dosen, tutor, guru les, dan menjadi bagian dari elemen pengader. Aku selalu beranggapan bahwa orang yang mampu memahamkan apa yang ia ingin pahamkan kepada orang lain itu keren. Aku juga ingin jadi keren.

Tapi ternyata menjadi keren itu nggak mudah. Itu adalah hal yang paling aku rasakan di tahun 2017. Ketika memilih untuk mengajar, aku hanya berfikir “ah ini kan aku udah paham materinya, bisa aja lah berarti”. Yahahahaha ternyata bener bener nggak semudah itu. Yang aku paham sekarang adalah menjadi pintar itu belum tentu bisa membuat orang lain juga pintar. Iya, modal buat ngajar itu nggak hanya ketika kita udah paham sama apa yang mau kita ajarkan. Ternyata ada hal yang menurutku di atas dari sekedar modal itu. Paham bagaimana cara memahamkan apa yang ingin kita pahamkan. Persamaan kita paham sama dengan orang lain akan paham itu ternyata nggak sepenuhnya benar.
Satu hal lagi yang sulit : berada di posisi paham dan berhadapan dengan orang yang tidak paham itu sering kali membuat kita nggak sadar tentang cara memahamkan. Aku belajar ini ketika aku harus mengajarkan aljabar kepada seorang adik kelas satu smp yang bener bener baru mendapatkan materi aljabar. Ini lebih sulit daripada harus menutor mata kuliah medan elektromagnetik kepada adik-adik semester lima. Beneran.
Aku nggak pernah lupa dengan kalimat dari murabbiku: kalo kita niat membantu orang, pasti kita juga akan dibantu. I swear It works! Belum pernah sekalipun aku merasa ada pemahamanku yang hilang karena harus mengajar orang lain. Mengajar memaksa aku buat belajar lagi. Mengajar buat aku merasakan lebih bermanfaat buat sekitar. Karena dengan bentukan aku yang kayak gini, aku nggak tau harus bermanfaat di bagian mana kalau bukan karena aku bisa membagi apa yang aku punya ke orang lain. Dan sampai saat ini, harapanku adalah dapat seterusnya bisa mengajar. Supaya tambah keren hehe..
Setelah si adik tadi ranking dua, aku juga bilang sama diri aku sendiri : siapa aja yang minta tolong sama aku untuk diajarin hal apapun, selama aku paham dan selama aku nggak berhalangan insha Allah aku nggak bakal nolak. Tolong marahin saya ya kalau suatu hari kalian dapati saya nggak menepati itu.

***


Kebahagiaan tersederhana dari mengajar : ketika setelah belajar untuk ujian, seorang adik mengatakan “kak, tadi aku bisa ngerjain ujiannya loh”.

Komentar

Posting Komentar

Popular Posts

Asisten Praktikum : Bertransformasi

Aplikasi Penerapan Hukum Joule dalam Kalorimeter (Tugas Akhir Praktikum Fisika Dasar II)

Dioda, Bagaimana proses terjadinya forward biased dan reverse biased?