Gagap Informasi, Kekinian?



Assalamu’alaykum! Whazap! Break semingguan lebih padahal pengennya liburan kuliah bisa nulis sebanyak banyaknya. It’s me, masih sering suka mager. Faktor yang lain juga karena kemarin belum dapat inspirasi mau nulis apa dan masih stay ngelahap bukunya ust. Felix Y. Siauw yang “How to Master your Habits” meskipun sekarang juga belum selesai sih *ini bukan alibi kok._.


Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS Al-Isroo' : 36)


Memasuki tahun 2016 ini sadar atau tidak Indonesia dilanda beragam isu, entah dari luar atau dari dalam. Kasus perusahaan asing di tanah cendrawasih yang belum selesai, kemudian aliran baru yang menambah chart aliran-aliran ekstrim yang berkeliaran di Indonesia, ditambah lagi kasus yang seperti lumba-lumba (red: hilang muncul hilang muncul) yaitu terorisme kembali naik ke peradaban Indonesia. Jika diurutkan berdasarkan urgensitas yang paling perlu tindaklanjut secepatnya sebenarnya tidak ada, karena semuanya jelas mengancam masyarakat Indonesia. Baik itu dari sisi kesejahteraan materi, pemikiran, moral, maupun ruhiyah.


Apa yang akan terjadi jika perusahaan asing yang sudah puluhan tahun “menjajah” tanah terkaya Indonesia kembali dapat menarik hati kaum berdasi untuk dapat menuruskan eksploitasi kotornya disana? Mungkin kita sudah sering medengar berita dan membaca artikel mengenai akankah kita akan kembali ke zaman purbakala 1998 dengan krisis moneter sebagai trend-nya?

Yang tak kalah hitz saat ini adalah mengenai aliran baru yang masuk ke Indonesia, bahkan dengan cepatnya mereka mampu melebarkan sayapnya sampai ke kota-kota kecil di Indonesia, termasuk kota kelahiran saya. Benar-benar luar biasa saat saya membaca salah satu artikel mengenai cara mereka mampu menarik pengikutnya. Sampai sekarang masih sering terdengar ada yang hilang dan dikabarkan telah masuk dalam pengikut aliran tersebut. Kalau kita membuka kembali memori ingatan kita, sebenarnya sudah berapa aliran yang dinilai menyimpang dari yang seharusnya masuk ke Indonesia? Sudah seperti apa sepak terjang aliran-aliran tersebut mencari pengikut dari masyarakat Indonesia? Dan sudah berapa banyak masyarakat Indonesia yang berhasil terjaring didalamnya?

Yang terakhir, dan yang pemaberitaannya paling bertahan di layar kaca Indonesia adalah terorisme. Terorisme di Indonesia mungkin paling identik dengan bom bunuh diri. Tidak, lebih tepatnya terorisme di Indonesia lebih identik dengan pria bercelana gantung dan berjenggot yang memiliki istri berjilbab lebar. Sampai sekarang saya pribadi sebenernya tidak paham, jika mereka memang memahami bahwa Indonesia cinta kedamaian meskipun itu dengan mereka yang bukan muslim pun kami tetap dianjurkan hidup berdampingan dengan damai. Layaknya Rasulullah dahulu dengan kaum kafir Quraisy. Apakah lantas Rasulullah dan pengikutnya membunuh kaum kafir Quraisy? Bahkan seorang paman yang telah merawat Rasulullah adalah kafir, yang belum berhasil masuk islam sampai akhir hayatnya. Lantas apakah Rasulullah berusaha memusnahkan mereka yang tidak mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan? Lepas dari dampak negative yang Indonesia dapatkan dari terorisme ini, saya sangat suka dengan tindakan berani yang membuktikan bahwa kita masyarakat Indonesia tidak takut dengan terorisme. Terorisme ada bukan menciutkan, tapi melahirkan keberanian. Keren! AllahuAkbar!
Salah satu hasil karya anak bangsa yang dibuat setelah tragedi bom di salah satu daerah di Jakarta.
Bukan ketiga hal tersebut yang sebenarnya ingin saya bahas, melainkan bagaimana sikap masyarakat Indonesia menanggapi isu-isu yang sekarang sedang hangat berkeliaran?

Masyarakat Indonesia saat ini identik dengan social media. Siapa saat ini yang tidak punya akun sosial media, minimal facebook. Ibu-ibu saja ngerumpi ke tetangga sudah bawa smartphone.

Sosial media saat ini adalah tempat dimana menunjukkan diri, bahwa inilah saya. Dan jika dihubungkan dengan isu-isu yang beredar saat ini adalah tanggapan masing-masing pengguna sosial terhadap isu-isu tersebut. Mulai dari sekedar meneruskan kabar pemberitaan sampai memberikan tanggapan dan kritik. Mulai dari memberikan tanggapan dengan kalimat yang baik, sampai dengan semaunya sendiri dan suka suka gue. Inilah yang disebut sebagai gagap informasi, dan dirasa sedang kekinian di masyarakat Indonesia.

Akun sosial media jelas merupakan milik pribadi, tapi kita semua jelas mengetahui bahwa apa yang kita keluarkan dan kita tulis dapat dibaca oleh orang yang sekalipun saat ini berada milyaran kilometer jaraknya dari kita. Yang paling memprihatinkan adalah banyak pengguna social media yang seakan-akan sangat mengetahui segala informasi dan melakukan kritikan-kritikan tanpa memerhatikan norma. Menganggap segala hal sebagai bahan lelucon, atau istilahnya “dipleseti”. Mengomentari segala hal berlandaskan berita yang diketahui dari satu sumber saja. Apakah ini yang namanya menggunakan kemajuan teknologi dengan cara yang bijak?

Saya pribadi sering berpikir, apakah memang karakter masyarakat Indonesia yang seperti ini? Sudah tidak dapat dirubah kah? Menyedihkan saja sepertinya. Padahal jika kita mampu bertindak lebih bijak, sosial media dapat menjadi tambang informasi yang megah. Tapi justru yang terjadi adalah sosial media menjadi boomerang bagi penggunanya sendiri.



Lalu, apa yang perlu kita lakukan untuk menanggapi segala berita yang muncul di beranda sosial media kita?

“Barang siapa tergesa, akan salah.” (HR. Al Hakim)

Pastikan terlebih dahulu apakah berita tersebut benar atau tidak. Jika tidak benar atau belum pasti benar, tahan saja dan jangan disebarkan.

“Barang siapa diam, akan selamat.” (HR. Tirmidzi)

Jika ternyata terbukti benar, pastikan kembali apakah berita tersebut bermanfaat atau tidak. Jika dirasa tidak bermanfaat, lantas untuk apa disebar?

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, katakanlah kebaikan atau diamlah.” (HR. Bukhari Muslim)

Dan, jika berita tersebut terbukti benar dan dirasa bermanfaat, silahkan disebarkan. Hal seperti ini akan mendatangkan manfaat tidak hanya untuk mereka yang membaca, tapi juga untuk diri kita yang menyebarkan.



Mari menggunakan sosial media dengan bijak dan jangan lupa Indonesia adalah negeri yang terkenal dengan normanya. Jangan sampai dirusak kawan, sebab menjadi warga negara yang baik tidak harus dengan pandai mengkritik di sosmed kok! Salam hangat, Wassalamu’alaykum..



“Karenanya syari'at yang mulia datang untuk memberikan pengarahan yang jelas untuk menjaga masyarakat dan melindunginya dari isu-isu yang tidak benar, serta tersiarnya berita-berita dusta, maka syari'at memerintahkan untuk menjaga lisan dan menahan pena-pena agar tidak menulis dan menyatakan perkara-perkara yang tidak ada bukti kebenarannya.” Asy-Syaikh Husain bin Abdil Aziz Alu Asy-Syaikh hafizohulloh (Imam Masjid Nabawi dan Hakim di Pengadilan Kota Madinah) dalam salah satu khotbah Jumat yang disampaikan di masjid Nabawi, Madinah.

Komentar

Popular Posts

Asisten Praktikum : Bertransformasi

EXERGY: WORK POTENTIAL OF ENERGY (TERMODINAMIKA)

Aplikasi Penerapan Hukum Joule dalam Kalorimeter (Tugas Akhir Praktikum Fisika Dasar II)